Minggu cerah biasanya menjadi waktu yang tepat bagi kebanyakan orang untuk berlibur dan bermalas-malasan. Namun lain halnya di Sunda Kelapa, sebuah pelabuhan tradisional di Jakarta yang tidak pernah tidur. Para pekerja tidak pernah mengenal hari minggu bahkan hari libur nasional. Yah, memang akhirnya Sunda Kelapa tidak akan pernah tertidur...
Kapal-kapal tradisional datang dan pergi membawa berbagai muatan. Dulu, sebelum dilarang diperjual-belikan, kayu menjadi komoditas utama perdagangan. Sekarang, aktivitas bongkar muat hanya sekedar semen dan kebutuhan pangan sehari-hari yang diedarkan dari Jakarta menuju kepulauan di seluruh Indonesia.
Siang itu (15/2), saya berada di KM Taman Raudkah sedikit berbincang sambil penasaran. Saya banyak bertanya seputar kehidupan para buruh disana, yang herannya tidak kenal lelah dan tetap tertawa lepas. Buruh-buruh itu sedang mengangkut semen sebanyak 150 ton ke dalam kapal... Wuaow... Terdapat sekitar 20 orang dalam tim tersebut. Setiap tonnya mereka dibayar Rp.5.800. Jika dikalikan 150 ton, mereka akan menerima bayaran sebesar Rp 870.000 yang nantinya dibagi dengan teman-teman satu tim.
Para buruh itu tetap bekerja tanpa mempedulikan kesehatan, hari tua, bahkan tunjangan ini-itu. Bagaimana bisa mencukupi kebutuhan perut untuk anak dan istri hari itu adalah hal utama yang mereka pikirkan. Ah... itu membuat saya mengelus dada. Salut untuk mereka, berkorban untuk anak-istri tanpa mengenal resiko dan tetap tertawa lepas...
No comments:
Post a Comment