Thursday, March 26, 2009

Super Woman, Wonderful Woman

“Sayang, aku mau kopi dong…”,

Sejenak saya memikirkan kalimat yang baru dilontarkan pasangan saya. Kalimat yang sederhana. Namun kalimat ini secara kuat menginterpretasikan kedomestikan saya sebagai perempuan.

Saya adalah perempuan single dan bekerja. Saya dituntut untuk memiliki tingkat independensi yang tinggi. Namun, ketika mengembalikan diri sebagai perempuan, saya begitu lekat dengan naluri keperempuanan: penuh perasaan, kasih, dan sayang; sensitif; serta asertif. Ya, karena itu perempuan adalah mahkluk yang unik. Saya pun sangat bangga menjadi seorang perempuan.

Saya yakin, setiap perempuan memiliki jiwa independen, tanpa mengabaikan cinta yang mereka miliki. Ia bisa mencintai dirinya sendiri, sekaligus mencintai orang-orang disekitarnya. Tanpa mengabaikan mimpinya, ia bisa mengorbankan diri untuk orang yang dicintai. Itulah perempuan, unik!

Hei… tetapi tidak hanya itu saja! Ternyata masih banyak keunikan perempuan yang tidak dimiliki lelaki. Seorang teman lelaki saya, Angki Purbandono, dengan lantangnya mengatakan, “Aku iri dengan perempuan, mereka bisa orgasme berkali-kali…”

Kemudian seorang teman yang lain menceritakan pada saya mengenai teman perempuannya yang sanggup orgasme sampai 33 kali. Sedangkan pasangannya hanya sanggup dua kali!

Ketika berpakaian, perempuan dapat memakai pakaian apapun. Bahkan perempuan bisa tetap tampak seksi dan menggoda di balik pakaian pria. Saya tidak dapat membayangkan, bila seorang lelaki mengenakan pakaian perempuan. Pasti orang-orang menyebutnya banci.

Seorang perempuan bisa memperoleh gelar kehormatan tanpa harus bersusah payah. Coba bayangkan, seorang perempuan hanya bermodalkan ijazah SMA menikah dengan seorang dokter, maka tanpa bersusah payah dia mendapat gelar sebagai ibu dokter. Tetapi tidak sebaliknya. Megawati, misalnya, pada saat menjabat sebagai presiden, Taufik Kiemas tidak menyandang gelar “Bapak Negara”.

Maret adalah bulannya para perempuan. Perempuan dapat merayakan keunikan dan keistimewaannya melalui berekspresi, bersuara, maupun berkarya. Perempuan bebas bermain, mengekspresikan cinta dan keunikannya. Mari mewarnai indahnya bulan perempuan dengan warna-warni kegembiraan dan keberagaman bermain a la perempuan. Jadi perempuan, Selamat Hari Perempuan… Dan, saatnya bermain!

xoxo,

sesuatu yang aku tidak tahu #2

di suatu senja, aku sedang menyeduh sebuah percakapan dengan kawan. bola mataku tampak berlarian mencari sosokmu. tak ada! dimana dirimu? bukankah disini rumahmu?
ah itu dia dirimu. eits... siapakah itu? apa itu gadis yang kamu ceritakan padaku malam itu? tak terasa, pecahan kaca terinjak melukaiku. biarlah...
aku tenggelam dalam ruang biru. bercakap seolah semua begitu penting. pintu berderit, entah angin apa memaksaku menoleh. tidak! ituu... itu gadis yang kamu ceritakan. dia tersenyum, entah padaku atau kawanku. tapi tak sedikit pun aku menghiraukannya. aku tidak tahu, perasaan apakah ini. yang jelas aku membencinya.

sesuatu yang aku tidak tahu

tik...tok...tik...tok...tik...tok...
satu jam berlalu....
semuanya biru. eh, tidak! aku melihat seberkas merah disana. hm... masih terasa sisa bahagia karena merindunya. katanya, "nanti ku kembali"

tik...tok...tik...tok...tik...tok...
dua jam berlalu...
teman gadisku tertawa lebar bersamaku. berceloteh tentang indahnya dunia. saat yang sama, aku mendengar diriku bertanya resah tentang kabar dirinya.

tik...tok...tik...tok...tik...tok...
tiga jam berlalu...
semangkuk sup dan sebotol bir. padanan tak serasi memang. tak apalah, aku menginginkan mereka. segera saja kukirim pesan rindu padanya. mengharap dia segera kembali.

tik...tok...tik...tok...tik...tok...
empat jam berlalu...
dia tidak kunjung datang.

tik...tok...tik...tok...tik...tok...
lima jam berlalu...
aku tetap menanti

tik...tok...tik...tok...tik...tok...
enam jam berlalu...
ah, ya sudah! kemudian ku tertidur dengan perasaan yang tidak kutahu itu apa...

Monday, March 23, 2009

Dulu, Sekarang, dan Besok

DULU:
Aku dan kamu bertemu. Kamu tersenyum dan mengulurkan tangan, kemudian menyebut nama. Aku dan kamu berlari, tertawa, dan menangis bersama. Kamu memang temanku!

Namun, ternyata kamu pergi menghilang. Aku pun melanjutkan hidup. Bertegur sapa dengan seseorang. Kemudian mencumbunya dalam-dalam. Hingga ke relung-relung jiwaku. Aku ingin menggenggamnya. Lebih erat bahkan! Sayang, dia seperti pasir. Semakin erat kumenggenggam, semakin lekas dia berlalu.

Dia berlalu. Aku pun tersedu. Aku menanti. Dia tak kunjung datang.

Aku lelah menantinya. Aku menyerah. Pergi sajalah aku ke suatu tempat. Tempat dimana aku bisa berlari bebas dan terbang melintasi awan.

Dari kejauhan aku melihatmu. Ah, itu kamu! Tersenyum padaku. Berhentilah aku di persimpangan jalan. Aku dan kamu saling menyapa, menanyakan kabar, dan berbagi tentang hidup. Aku ternyata merindukanmu. Sudah lama tak berjumpa.

Tiba-tiba, kamu mengulurkan tanganmu. Bukan untuk sebuah jabat tangan. Kamu menggenggam tanganku! Kamu tawarkan padaku padang yang kucari. Kamu ajak aku berlarian disana. Kemudian melintasi awan suatu hari. Aku tersenyum menyambutmu.

Tak kusangka! Kamu mencumbuku. Sangat dalam... Aku pun berada diawang-awang bersamamu. Sungguh indah! Itulah kamu...

SEKARANG:
Sudah dua minggu berlalu. Kamu tak kunjung datang. Entah kemana kamu pergi. Setiap hari aku berlari ke tempat yang sama untuk mencarimu. Yang kulihat hanya ragamu. Berdiri membisu menatapku hampa. Dimana jiwamu? Jiwa yang menyambut aku dan mimpi-mimpiku.

BESOK:
Ya sudah. Pergilah dulu dirimu. Aku juga akan pergi mencari mimpiku. Mungkin nanti kita bertemu lagi. Entah, hanya Tuhan yang tahu. Semua akan indah pada waktunya. Semoga!

Saturday, March 14, 2009

Perempuan di Indonesia


a woman (irregural plural: women) is a female human. The term woman is usually reserved for an adult, with the term girl being the usual term for a female child or adolescent - wikipedia.org



Siapakah perempuan itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perempuan adalah orang (manusia) yang memiliki puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Apakah perempuan hanya sebatas pendefinisian tersebut? Lalu, bagaimana kedudukan perempuan di mata lelaki?

Ada seorang teman berpendapat, “lelaki itu mayor sedangkan perempuan… minor!”

“Lelaki memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding perempuan.”

“Lelaki adalah nahkoda.”

Wah… saya jelas-jelas tidak setuju dengan pendapat-pendapat seperti itu. Bisa dibayangkan, jumlah populasi perempuan empat kali lebih banyak dibanding lelaki, tetapi perempuan masih berada pada fungsi domestik. Ironisnya, itu masih terjadi hingga sekarang ini, dimana emansipasi sudah digembar-gemborkan sana-sini.

Di Indonesia, isu emansipasi perempuan telah terhembus sejak lebih dari satu dekade yang lalu. Menteri Pemberdayaan Perempuan merupakan tolak ukur pemerintah memperhatikan permasalahan perempuan. Namun nyatanya hingga hari ini, sebagian perempuan Indonesia harus menghadapi tekanan-tekanan dari lelaki. Tidak hanya tekanan pada dominasi lelaki dalam rumah tangga. Di dunia hiburan, sensualitas perempuan menjadi komoditas, kemudian secara tiba-tiba diboikot, kasus goyang ngebor milik Inul Daratista, misalnya. Bahkan dalam kepemerintahan pun ternyata lelaki tetap menjadi dominasi. Mari melihat ke Sumatra Barat, kebijakan Gubernur mewajibkan perempuan untuk berjilbab. Kaum non-muslim pun terpaksa memakai jilbab karena kebijakan tersebut. Bahkan, kabar terbaru dari teman saya, polisi wanita (baca: polwan) di Surabaya (katanya) disarankan untuk memakai jilbab.

Isu gender memang masih mewarnai Indonesia. Perempuan di Indonesia harus berhadapan dengan tekanan dan dominasi lelaki. Apabila saya mengutip pendapat teman saya, Angki Purbandono, perempuan Indonesia berhadapan dengan sesuatu yang disebut kekakuan, akibat kedomestikan perempuan.


***

Banjir!






* 11 Maret 2009, pukul 22.30 WIB: Saya mengawali perjalanan (lagi) di bulan Maret. Kota pertama yang saya kunjungi adalah Surabaya. Sambutan pertama di kota ini adalah banjir di hampir semua tempat. Saya cukup tercengang, karena tidak biasanya kota ini mengalami banjir. Katanya sih karena hujan lebat dan cukup lama yang mengguyur Surabaya.

Tuesday, March 10, 2009

so colorful


...aku hanya terdiam dan takjub melihat warna-warninya dunia...

........terima kasih untuk semua.........

anak-anak dan bekerja


Suatu minggu yang cerah, saya berjalan-jalan sendirian di kota tua Jakarta. Ah... kota tua dengan romantisme batavia di masa lampau. Belum seberapa lama di sana, terdengar sayup musik khas jatilan. Kaget dan bingung sambil meyakinkan diri, "Ini Jakarta kan?!?!".

Wowww... ternyata ada seniman jatilan di Jakarta! Ya! Mereka adalah seniman jatilan jalanan yang mencari uang khas pengamen. Perfomance art sederhana, peralatan seadanya, make up yang enggak jelas dan tentunya... anak-anak sebagai salah satu penampil di dalamnya. Sangat Indonesia sekali!!! Pekerja di bawah usia.

Mereka terlihat sangat polos. Entah apa yang mereka bisa definisikan dari kata "bekerja". Ya sudahlah, ini Indonesia, salah satu negara dunia ketiga yang sangat indah. Biarlah anak-anak itu bekerja, semoga suatu hari mereka bisa bermain dengan leluasa...

Saturday, March 7, 2009

Rokok itu Haram











kata Majelis Ulama Indonesia, merokok itu haram. kata saya, rokok itu memberi penghidupan pada banyak orang. penghidupan Negara salah satunya juga dari rokok.

eh... ulama, kyai, pak haji, sampai santri juga banyak yang merokok lho! merokok telah menjadi bagian dari gaya hidup yang sudah sampai ujung ubun-ubun masyarakat Indonesia. benar-benar sulit dipisahkan! lalu kemudian bagaimana?!?!?





Dhea, itu namanya. Sepupu saya yang paling bontot ini baru saja duduk di bangku kelas 1 SD. Umurnya masih 6 tahun. Ia tampak lebih matang dibanding teman sebayanya. Memang kecerdasannya di atas rata-rata. Ia mampu menangkap kemudian merespon sesuatu dengan baik. Saya memberi predikat kepadanya sebagai best and fastest learner.

Sayangnya, Dhea memiliki self ego yang sangat tinggi. Sesaat, Dhea bisa tampak sebagai seorang anak yang super cerdas, namun kemudian ia dapat menjelma menjadi anak badung yang sewenang-wenang. Entah, mungkin karena kesuperiorannya atau sifat dasar anak tunggal atau pola didik orang tua?!?!?

Yah... akhirnya saya hanya mengembalikan semuanya pada orang tua. Merekalah yang bertanggung jawab pada pembentukan sifat, karakter, kebiasaan, pola pikir, hingga attitude. Duh... saya jadi puyeng kalau harus membayangkan bagaimana nantinya jadi orang tua. Berharap saja menjadi orang tua yang ideal. Ha...ha...ha...

Friday, March 6, 2009

the (little) girls are gone wild



Bermain Pura-pura atau Pura-pura Bermain


"the (little) girls are gone wild" - they said...



Pada mulanya, saya mengawali project ini karena tertarik pada permainan anak-anak perempuan yang serba –an. Masak-masakan , rumah-rumahan, ibu-ibuan, dsb; semuanya merupakan permainan pura-pura. Masa kecil saya pun tidak luput dengan permainan pura-pura ini. Semua serial permainan khas anak perempuan sudah saya jalani. Hingga saat ini permainan-permainan itu masih teriang-iang dengan jelas di kepala saya. Ugh… saya begitu merindukan masa-masa khayal yang menyenangkan itu.


Satu hal khas dari permainan-pemainan itu yang paling saya ingat: Selalu berpura-pura menjadi orang dewasa. Mengimitasi orang dewasa, begitulah beberapa jurnal psikologi menyebutnya. Selalu mengambil peran sebagai sosok dewasa dan berinterpretasi mengenai kehidupan yang ideal.


Dalam bermain, banyak referensi mengenai kehidupan ideal yang di ambil anak-anak perempuan seperti: orang tua/orang dewasa di sekitar anak; media massa: terutama televisi, majalah; dsb. Kemudian, mereka mengaplikasikan interpretasi tersebut ke dalam sebuah permainan.


Menariknya, anak-anak perempuan tersebut tidak segan untuk menggunakan benda-benda milik orang tuanya untuk bermain. Mereka mencelemongkan berbagai jenis make-up ke wajah. Pakaian, baju, dan aksesoris pun menjadi sasaran untuk melengkapi khayalan mereka menjadi perempuan dewasa.


Were you gone wild when you were on that age?!?!??!?........ Who knows...








Minggu: Hari Bekerja Para Pekerja Pelabuhan Sunda Kelapa








Minggu cerah biasanya menjadi waktu yang tepat bagi kebanyakan orang untuk berlibur dan bermalas-malasan. Namun lain halnya di Sunda Kelapa, sebuah pelabuhan tradisional di Jakarta yang tidak pernah tidur. Para pekerja tidak pernah mengenal hari minggu bahkan hari libur nasional. Yah, memang akhirnya Sunda Kelapa tidak akan pernah tertidur...

Kapal-kapal tradisional datang dan pergi membawa berbagai muatan. Dulu, sebelum dilarang diperjual-belikan, kayu menjadi komoditas utama perdagangan. Sekarang, aktivitas bongkar muat hanya sekedar semen dan kebutuhan pangan sehari-hari yang diedarkan dari Jakarta menuju kepulauan di seluruh Indonesia.

Siang itu (15/2), saya berada di KM Taman Raudkah sedikit berbincang sambil penasaran. Saya banyak bertanya seputar kehidupan para buruh disana, yang herannya tidak kenal lelah dan tetap tertawa lepas. Buruh-buruh itu sedang mengangkut semen sebanyak 150 ton ke dalam kapal... Wuaow... Terdapat sekitar 20 orang dalam tim tersebut. Setiap tonnya mereka dibayar Rp.5.800. Jika dikalikan 150 ton, mereka akan menerima bayaran sebesar Rp 870.000 yang nantinya dibagi dengan teman-teman satu tim.

Para buruh itu tetap bekerja tanpa mempedulikan kesehatan, hari tua, bahkan tunjangan ini-itu. Bagaimana bisa mencukupi kebutuhan perut untuk anak dan istri hari itu adalah hal utama yang mereka pikirkan. Ah... itu membuat saya mengelus dada. Salut untuk mereka, berkorban untuk anak-istri tanpa mengenal resiko dan tetap tertawa lepas...

jalan-jalan di bulan Februari




sore itu aku pergi ke solo naik prambanan ekspress, kereta favoritku. perjalanan ke solo itu ternyata mengawali perjalanan panjangku di bulan februari. aku tidak pernah menyangka hidupku dipenuhi dengan perjalanan.

yogyakarta - solo - wonogiri - surabaya - jakarta - klaten
.
kereta api, pesawat, bis, mobil, motor, hingga ojek sepeda mengantar kemanapun pergiku. mungkin ini tidak seberapa dibandingkan orang lain, tapi aku sangat menyukainya. selanjutnya, kemana lagi aku akan pergi?!?

Bicara Iklan Lewat Mural

Berbagai alasan muncul ketika para pengiklan mulai mencari alternatif untuk mempublikasikan produk/jasanya, salah satunya: mahalnya harga yang harus dibayar untuk beriklan dan terlalu banyak pengiklan yang menggunakan channel yang sama – conventional advertising channel – seperti televisi, radio, majalah, koran, billboard. Sekitar dua puluh tahun lalu, hanya terdapat tiga iklan komersial yang dapat dijangkau oleh 80% populasi warga di Amerika. Apakah bisa dibayangkan bagaimana bila itu di Indonesia dan pada masa kini?

Efektif! Mungkin itu bisa menjadi kata kunci yang tepat untuk menjawab alasan-alasan pencarian alternatif ruang beriklan yang baru. Kemudian muncul pertanyaan, “Bagaimana cara yang tepat untuk membuat media beriklan yang murah, efektif, dan menarik perhatian, sehingga dapat meraih awareness dari publik?”

Menurut Tom Himpe (2006), periklanan hari ini berkembang menjadi seperti fastfood: “lurus”, tanpa variasi, dan memiliki faktor ‘wow’ dari cara memasak yang tepat. Komunikasi hari ini membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekedar percobaan dari penyatuan masakan dan memperkecil prediksi pra-pembungkusan makanan siap saji.

Pemanfaatan ruang publik bisa menjadi jawaban yang tepat untuk saat ini. Suatu brand menjadi lebih dekat dengan konsumennya melalui ruang publik. Selain itu, dengan memanfaatkan ruang publik dapat menekan budget.

Mural dan Beriklan

Mural merupakan lukisan besar dalam dinding yang dipandang sebagai medium untuk memperindah ruangan. Mural juga berarti lukisan yang dibuat langsung maupun tidak langsung pada permukaan dinding suatu bangunan, yang tidak langsung memiliki kesamaan dengan lukisan. Perbedaannya terletak pada persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh lukisan dinding, yaitu keterkaitannya dengan arsitektur/bangunan, baik dari segi desain (memenuhi unsur estetika), maupun usia serta perawatan dan juga dari segi pengamatannya (Susanto dalam Wicandra, 2005: 127).

Di Negara-negara konflik, mural sangat mudah ditemukan. Irlandia Utara, misalnya, terdapat lebih dari dua ribu mural yang dihasilkan sejak tahun 1970. Biasanya, propaganda politik menjadi isu hangat dalam mural-mural tersebut.

Mural merupakan seni publik yang melibatkan komunikasi dua arah. Dalam hubungannya dengan ruang publik kota, mural menjadi salah satu medium untuk merekatkan hubungan-hubungan sosial antar masyarakat. Seniman mural melakukan komunikasi secara visual kepada masyarakat terhadap apa yang ingin dicurahkannya, masyarakat sebagai penikmat, dalam praktiknya mampu berinteraksi langsung kepada seniman (2005: 128). Dibalik itu semua, mural menyimpan kepentingan dan makna yang ingin disampaikan, mulai dari sekedar kepentingan estetika hingga isu lingungan, sosial, budaya, politik, dan ekonomi.

Mural mampu menyentuh langsung masyarakat, selanjutnya menjalin hubungan dekat dengan mereka. Apabila berbicara kembali tentang media alternatif untuk beriklan, mural menjadi jawaban yang tepat. Suatu brand dapat lebih dekat dan menjalin hubungan secara personal dengan konsumennya, tanpa melibatkan medium lain diantaranya (missal: media massa,dsb).

Selain itu, media alternatef seperti ini mampu memberikan eksklusivitas, dimana sebuah brand dapat ‘unjuk gigi’ tanpa ada competitor. Mengutip Tom Himpe (2006: 13):

“Brands are continuesly on the lookout for places, moments and media where they can enjoy people’s devoted and undivided attention”

Menurut Himpe, Eksklusivitas merupakan kekuatan.

“The less you have to share the attention of consumers with fellow advertisers, the more power you can exert over consumers” (Mark Austin dan Jim Aitchinson dalam Tom Himpe).

Melalui mural, suatu brand, secara tidak langsung, mengajak audiens ke dalam metode komunikasi yang tidak mudah ditebak.